Sherlock Holmes is Back!

Sherlock Holmes is back!
Ya, Sherlock Holmes kembali lagi. Dan permainan dimulai (lagi)….

Setelah untuk terakhir kalinya bertemu dengan petualangan-petualangan Sherlock Holmes dalam The Case-Book of Sherlock Holmes (Koleksi Kasus Sherlock Holmes), kali ini saya berjumpa kembali dengan salah satu detektif Inggris terhebat tersebut. Kali ini detektif yang terkenal dengan metode deduksinya tersebut hadir kembali dengan petualangan baru yang berjudul House of Silk (Rumah Sutra). Untuk petualangan Sherlock Holmes kali ini memang tidak ditulis oleh Sir Arthur Conan Doyle. Penulisnya adalah Anthony Horowitz—yang saya sendiri pun asing dengan nama ini. Tapi, buku ini digadang-gadang sebagai satu-satunya buku Sherlock Holmes non-Conan Doyle yang diakui oleh Conan Doyle Estate. Kalau Anda tidak percaya, coba perhatikan cap logo berbentuk bulat yang ada di kover depan buku ini. Ya, itu adalah cap logo Conan Doyle Estate yang (sepertinya) dipasang untuk menegaskan hal tersebut. Dan cap tersebut tidak hanya kita temui di kover edisi ini saja, tapi di hampir seluruh edisi yang ada di seluruh dunia. Karenanya buku ini begitu bombastis bagi saya.

Keputusan Anthony Horowitz untuk menghidupkan kembali Sherlock Holmes tergolong sangat berani. Apalagi dengan citarasa yang orisinal. Soalnya selama ini Sherlock Holmes sudah kadung identik dengan Sir Arthur Conan Doyle. Dan usaha Horowitz menghidupkan kembali Sherlock Holmes ini bukanlah satu-satunya. Sebelumnya hal ini telah dilakukan oleh Caleb Carr dengan The Italian Secretary. Tapi, menurut saya usaha Caleb Carr tersebut gagal. Rating buku tersebut juga biasa-biasa saja. Karena itulah saya kapok untuk membaca kisah Sherlock Holmes non-Conan Doyle. Tapi, pengakuan resmi dari keluarga Conan Doyle serta rating dan review yang positif membuat saya nekat membeli dan membaca buku ini. Dan hasilnya adalah… saya angkat topi untuk Mr. Horowitz.

Yang membuat buku ini berhasil menghidupkan kembali sang detektif adalah sudut pandang dan alasan penulisan petualangan ini oleh John Watson, sahabat sejati Holmes. Di sini Horowitz dengan cerdas “memunculkan” manuskrip petualangan Holmes yang lama tersimpan, alih-alih melanjutkan petualangan Holmes seperti yang dilakukan Caleb Carr. Dan agar citarasa orisinal serta klasik tetap terasa, Horowitz juga menuliskan kisah ini dari sudut pandang John Watson—seperti yang biasa dilakukan Conan Doyle.

Di bagian pembuka akan kita ketahui alasan Watson menuliskan kisah ini. Di sini Watson menjelaskan bahwa Holmes sudah meninggal. Kepergian sahabatnya tersebut benar-benar membuatnya sedih dan selalu merindukannya. Untuk mengobati kesedihan dan kerinduannya tersebut, dia memutuskan untuk terakhir kalinya menuliskan salah satu petualangan mereka yang berjudul House of Silk ini. Pada awalnya kisah ini tidak ingin dipublikasikan oleh Watson karena kasus ini sangat sensitif, dan apabila diterbitkan di waktu itu dapat memicu kericuhan sosial di London. Karena itulah Watson menulis kisah ini dan menyimpan manuskripnya dalam lemari besi dengan satu instruksi, manuskrip ini tidak boleh dibuka hingga seratus tahun kemudian. Alasannya, kemungkinan pembaca di masa depan (di zaman kita sekarang) akan lebih kebal terhadap skandal dan kebusukan jika dibanding dengan pembaca di zamannya (di zaman Conan Doyle). Di sinilah kecerdasan dan kecerdikan Anthony Horowitz terlihat. Seolah-olah dia “mewarisi” pekerjaan Conan Doyle dengan memunculkan manuskrip yang lama tersembunyi ini.

Lantas kisah apa yang begitu menggemparkan itu hingga John Watson pun tidak berani menerbitkannya di masa itu? Dengan setting London pada akhir abad XIX, kita akan diajak berputar-putar di sekitar kota tersebut untuk menyelesaikan dua kasus rumit yang menantang Holmes. Dua? Ya, House of Silk ini sebenarnya terdiri dari dua kasus, tetapi memiliki kaitan yang kuat. Sehingga menurut Watson, mustahil untuk menceritakannya secara terpisah. Rangkaian kisah itu dimulai dengan kunjungan Edmund Carstairs di Baker Street 221B. Carstairs ini adalah seorang penyalur karya seni. Dalam kunjungannya tersebut dia meminta pertolongan pada Holmes karena dia merasa dibuntuti dan diancam oleh seseorang yang mengikutinya sejak dari Boston, Amerika. Kasus Carstairs ini ternyata menyangkut Geng Topi Pet yang pernah merajalela di Amerika. Penyelidikan Holmes untuk menguak identitas penguntit Carstairs tersebut ternyata membawa Holmes ke dalam kasus yang lebih rumit dan pelik, yaitu House of Silk. Anehnya, House of Silk ini terasa begitu misterius dan eksklusif. Bahkan Mycroft pun tidak tahu apa itu House of Silk. Dengan sedikit bantuan Mycroft, akhirnya sedikit terkuak bahwa kasus House of Silk ini melibatkan orang-orang top dan terhormat di London. Bahkan Holmes diperingatkan kakaknya tersebut agar tidak menyentuh kasus itu lagi. Tapi, hal itu justru membuat Holmes semakin bersemangat untuk memecahkannya. Dan ternyata musuh Holmes kali ini tidak cuma satu, tapi beberapa orang top dan terhormat yang tergabung dalam House of Silk. Inilah salah satu kasus Holmes dan Watson yang paling penting, paling rumit, dan berisi skandal yang—menurut Watson sendiri—sangat busuk.

Dan secara keseluruhan, saya benar-benar terhanyut ketika membaca buku ini. Banyak sekali kejutan yang ditampilkan Horowitz dalam buku ini. Mulai dari alur kasus, penyelesaiannya, hingga kemunculan salah satu musuh besar Sherlock Holmes (yang ini benar-benar tak terduga). Saya benar-benar tidak merasakan bahwa ini adalah Sherlock Holmes non-Conan Doyle. Horowitz melakukan tugasnya dengan baik. Dia benar-benar mendalami gaya penulisan asli Sherlock Holmes dan karakter-karakternya. Di awal cerita saja saya sudah dibikin tersenyum dengan kemampuan Holmes yang “mengagetkan” Watson dengan deduksinya terhadap apa yang dipikirkan Watson saat itu. Di sini saya juga menemukan sindiran-sindiran khas ala Holmes seperti “kamu melihat Watson, tapi tidak memerhatikan” dan sarkasme-sarkasmenya kepada Lestrade. Tidak hanya itu, Horowitz juga melibatkan Laskar Jalanan Baker Street dan Mycroft Holmes lengkap dengan Diogenes Club-nya dalam kisah ini. Keterlibatan orang-orang penting bagi Holmes itu seakan menegaskan bahwa inilah puncak prestasi seluruh kasus-kasus Sherlock Holmes, sekaligus inilah karya pamungkas John Watson dalam mengisahkan Sherlock Holmes.

Semuanya mungkin tidak akan terlalu wow bagi saya jika kisah ini tidak ditulis Watson dengan nuansa sentimental yang kental. Saya merasakan bagaimana Watson begitu sedih dan merindukan sahabatnya lewat kisah ini. Apa yang ditulisnya di bagian pembuka dan penutup kisah ini benar-benar menggambarkan betapa dia kehilangan sahabatnya tersebut. Bahkan di paragraf penutup, Watson menuliskan hal yang membuat saya tersentuh:

“Aku masih mendengarnya. Ketika meletakkan pena dan pergi tidur, aku menyadari adanya biola yang digesek di seberang jembatan dan musik yang membubung ke dalam langit malam. Jauh dan nyaris tak terdengar, tapi—itulah dia! Pizzicato. Lalu tremolo. Gayanya tidak mungkin keliru lagi. Itu Sherlock Holmes yang sedang menggesek biola. Itu pasti dia. Dengan sepenuh hati aku berharap semoga dia memainkannya untukku….” — halaman 369-370

Dengan paragraf penutup seperti itu dan hal yang disinggung oleh Watson di bagian pembuka buku ini, saya berharap Anthony Horowitz tidak menulis lagi kisah Sherlock Holmes. Biarlah buku ini menjadi manuskrip terakhir John Watson tentang Sherlock Holmes, sekaligus manuskrip terakhir untuk mengenang salah satu detektif terhebat sekaligus sahabatnya itu.

Oh, iya. Untuk versi yang satu ini, saya tidak menemukan kesalahan-kesalahan yang sangat mengganggu dalam hal penerjemahan ataupun penulisan. Semuanya sudah tersusun dengan baik dan rapi sehingga buku ini sangat enak dibaca. Tapi, setidaknya saya menemukan satu kesalahan minor yang mungkin tidak akan terasa, yaitu nama istri John Watson yang ditulis Mary Morston. Padahal setahu saya—dan sudah saya recheck, nama istri Watson yang benar adalah Mary Morstan. Semoga penerbit dapat memperbaiki kesalahan ini di cetakan berikutnya. Tapi secara keseluruhan, buku ini sudah dikemas dengan baik oleh penerbit. Salut untuk penerbit!

 

 

House of Silk (Rumah Sutra)
oleh Anthony Horowitz
Penerjemah: Ingrid Nimpoeno
Noura Books; Cetakan I, Desember 2012
Softcover; xii + 372 halaman; 14 x 21 cm
ISBN: 978-602-9498-57-8

My Rating: 5/5

4 thoughts on “Sherlock Holmes is Back!

    • Sebenarnya nggak apa-apa.
      Tapi kalau pengen lebih mengenal karakter Sherlock Holmes dan nggak terlalu dibuat penasaran oleh isi buku ini, saya sarankan baca dulu A Study in Scarlet (Penelusuran Benang Merah) dan The Memoirs of Sherlock Holmes (Memoar Sherlock Holmes) sebelum baca buku ini.
      Selamat membaca. 🙂

Leave a comment